KH. ABDUL LATIF CIBEBER adalah ulama yg kharismatik, dihormati dan disegani disemua kalangan. Beliau adalah ulama yg telah memberikan kontribusi yg sangat banyak atas pendidikan dan pemerintahan yg ada di kota Cilegon.
KH. Abdul Latif lahir pada tahun 1878 M, ayahanda beliau bernama KH MUHAMMAD ALI, seorang ulama dan pejuang pada pemberontakan dan tragedi berdarah “Geger Cilegon”. Kakeknya, KH SAID juga adalah ulama terpandang dan terkenal karena karomahnya.
Sewaktu kecil ia tinggal di rumah orang tuanya di kampung Pakisaji Kelurahan Bulakan, Kecamatan Cibeber. Dalam usia kanak2 tsb dalam diri dia telah tertanam jiwa Kiai Haji Muhammad Ali, jiwa seorang pejuang kemerdekaan.
Kiai Haji Muhammad Ali adalah salah seorang pejuang kemerdekaan pada perang Geger Cilegon. Kiai Ali adalah teman KH Wasyid dalam peristiwa Geger Cilegon. Dalam peperangan melawan kompeni Belanda tersebut KH Muhammad Ali tertangkap kompeni Balanda dan diasingkan ke Dagul dan selanjutnya dibuang ke Ambon, tepatnya di Bontaen. Ia wafat di sana pada tahun 1898 dan dimakamkan di Ambon di Puncak Ali.
Sebuah peristiwa dimana kompeni2 Belanda mengusik dan menghina para ulama dan agama islam didaerah cilegon. Pada tragedi itu kompeni2 Belanda berbuat sangat kejam dari kekejamannya itu mereka dgn beraninya menghancurkan Menara Langgar Jombang Wetan, karena salah satu dari mereka yg bernama Goebel menganggap menara tsb mengganggu ketenangan masyarakat karena kerasnya suara adzan yg dikumandangkan dari menara itu. Selain itu Geobel juga melarang tarhim, sholawat dan adzan dilakukan dengan suara keras. Akhirnya peristiwa ini memicu tindakan para santri dan kiyai untuk memberontak tindakan2 para kompeni Belanda hingga pristiwa ini kini disebut dgn “GEGER CILEGON”.
Pada tahun 1924 beliau mendirikan Madrasah yg diberinama Tarbiyatul Athfal. Pada mulanya madrasah ini hanya di gunakan untuk kalangan2 terbatas seperti santri2 dan masyarakat cibeber saja namun makin lama para santri baik dari daerah Banten sendri ataupun yg diluar daerah Banten antusias untuk menimba ilmu dimadrasah ini, dgn dorongan masyarakat dan melihat perkembangan dari banyaknya santri dari penjuru nusantara yg menuntut ilmu di Madrasah Tarbiyatul Athfal dan berkat solideritas masyarakat cibeber yg mengumpulkan donasi untuk membangun dan membesarkan Madrasah ini akhirnya nama Madrasah Tarbiyatul Athfal diubah menjadi Madrasah Al-Jauharotunaqiyah Cibeber2 yg sampai sekarang masih eksis dan memliki cabang ratusan lebih yg tersebar di Nusantara.
Selain mendirikan Madrasah beliau juga telah mendirikan Sebuah pesantren yg diberi nama Pesantren Bani Lathif yg mana santrinya kini sudah mencapai angka ribuan.
Salah satu pendiri NU Banten
Pada tahun 1924 ia mendirikan madrasah bernaman Tarbiyatul Athfal. Karena santri terus bertambah, pada tahun 1926, ia mendirikan madrasah Jauharotunnaqiyyah. Dari tahun 1926, ia mulai aktif berorganisasi. Pilihannya jatuh kepada Nahdlatul Ulama dgn menjadi Rais Syuriyah NU Kabupaten Serang.
Beliau adalah salah satu Pendiri dan penggerak Nahdlatul Ulama di Banten, beliau juga yg menulis sebuah kitab Naskah Khotbah untuk di gunakan ketika beribadah sholat jum'at dan hari raya, yg sampai hari ini kitab tsb di gunakan hampir di seluruh Masjid di Provinsi Banten.
KH. Abdul Latif adalah kader NU yg sangat tulen dan terkenal dgn sifat keramahan, rendah hati dan ketawadhuannya. Bersykurlah kita sebagai warga Nahdliyah memiliki ulama2 NU yg faham betul dgn ka’idah2 khutbah sampai akhirnya Jika kiyai2 NU mengisi khutbah, tidak berlawanan dgn kaidah2 syari,at, tidak pernah berbicara urusan duniawi apalagi urusan politisi, dgn hadirnya ulama2 NU ini memberikan pengaruh yg luar biasa tentang bagaimana ka’idah2 khutbah yg tidak akan mudah menyalahkan berbagai macam masalah dan polemik. KH. Abdul Latif adalah sosok sederhana, penuh kreatifitas dan sangat bersahabat dgn masyarakat.
Beliau sempat diangkat pejabat oleh Pemerintahan Belanda namun beliau tidak mau bertahan lama, karena beliau lebih memilih membina masyarakat daripada berbaur dgn pejabat. Cara beliau menolak tidak secara terang2an menolak beliau tetap menggunakan kerendahan hati dan kelemah lembutannya.
Kiprah historis di NU
Kiprah beliau Sampai muktamar ketiga di Surabaya, tahun 1928, hanya beberapa kiai dari Jawa Barat dan Banten yg hadir. Di antaranya KH Abdurrahman Menes, Banten, KH Muhyi Bogor, KH Abdullah Cirebon, dan KH Abdul Halim Leuwimunding, Majalengka. Namun, kiai yg disebut terakhir itu memang waktu itu beraktivitas di Surabaya sebagaimana KH Idris Kamali asal Cirebon yg hadir di Muktamar kedua di kota yg sama. Waktu itu Kiai Idris tidak beraktivitas dari kota asalnya, melainkan di Jombang, karena ia adalah menantu Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari.
Barulah pada muktamar keempat di Semarang, tahun 1929 kiai dari Jawa Barat bertambah. Selain yg disebutkan sebelumnya, kecuali KH Muhyi Bogor, hadir di antaranya KH Ahmad Dimyati Sukamiskin Bandung, KH Abdullah Kuningan, KH Abdullah Indramayu, Penghulu Junaidi Batavia, Guru Manshur Batavia (Jakarta), KH Abdul Aziz Cilegon (Banten), Abdul Khair Cirebon, KH Dasuqi Majalengka dan Syekh Ali Thayib yg mewakili Tasikmalaya.
Kiai yg disebut terakhir itu sebetulnya bukan asli dari Tasikmalaya. Ia adalah seorang ulama Timur Tengah yg sedang menyebarkan tarekat Tijaniayah, yg kebetulan di Tasikmalaya. Ia tinggal di kampung salah seorang pendiri NU Tasikmalaya, KH A. Qulyubi (Ajengan Unung) yg dikabarkan pengamal tarekat yg sama.
Ada lagi satu yg hadir dari Banten. Namanya KH Abdul Latif dari Cibeber, yakni pengasuh pondok Pesantern Jauharotun Naqiyah pada waktu itu.
Menurut Choirul Anam dalam buku Pertumbuhan dan Perkembangan NU, sejak muktamar keempat itu, ada sekitar 13 Cabang di Jawa Barat. Perlu diketahui, dalam administrasi pemerintahan Hindia Belanda, waktu itu Provinsi Jawa Barat mencakup wilayah Jawa Barat sekarang, Provinsi Banten sekarang, dan DKI Jakarta.
Para guru beliau
Ia berguru kepada ayahnya. Ia pernah juga belajar kepada KH as’ad (Ki Buntung, KH Abdul Halim, KH Suchari Thoif di pesantren Cibeber. Setelah dewasa ia menikah dgn Hj. Salkhah binti H Sapta. Pada tahun 1912, bersama istrinya pergi ke Makkah. Ia bermukim di sana selama 6 tahun. Di sana belajar kepada ulama2 terkenal, di antaranya KH Abdul Hamid Kairo, KH Jasir, KH Jusuf, dan kepada pamannya yg sudah lama di Makkah, KH Abdul Salam. Pada tahun 1918, ia pulang kembali ke Cibeber.
KH. Abdul Latif bukan hanya menuntut ilmu pada ulama2 Cibeber saja namun beliau juga menuntut ilmu pada ulama2 besar Banten dan Madura. Seperti KH. Tubagus Muhammad Asnawi Caringin Banten, yg mana Ki Asnawai Caringin adalah murid dari Syeh Nawawi Al-Bantani, Kiyai Abdul Karim Tanara, Kiyai Abdul Kholil Bangkalan Madura dan masih banyak lagi kiyai2 yg beliau jadikan guru dan tempat beliau menimba ilmu.
Perintis pendidikan perempuan
KH. Abdul Latif jugalah yg telah berjasa atas pendidikan terhadap wanita di wilayah cilegon, karena pada waktu itu masyarakat umum khususnya masyarakat Cibeber masih beranggapan wanita itu tak perlu berpendidikan, beliau mengajarkan pendidikan agama kepada kaum Hawa. Dalam syiarnya ini beliaulah yg mengawali pengajian2 kaum hawa di majlis taklim dan mushola2 yg ada di Cilegon.
Karya tulis beliau
Beberapa karya tulis KH Abdul Latif di antaranya adalah
Taudlikul Ahkam,
Irsyadul Anam,
Bayaanul Arkaan,
Adaabul Marah,
Tauqil Tauhid,
Kifaayatul Sibyaan,
Mu’aawnatullkhwan,
Matanus Sanusiyyah,
Siirah Sayyidil Mursalin,
Munabbihaat,
Manaqib Syeikh Abdul Qodir Jaelani,
Sejarah Banten,
Tajwid Jawa (bahasa jawa Banten),
Ma’waadzul ‘Ushfuryah,
Tafsir Surat Yaasin (bahasa Jawa Banten)
Tafsir surat Juz ’Amma (bahasa Jawa Banten),
Tafsir Surat Alif Lam Tanziil (bahasa Jawa Banten),
Tafsir Surat Al Baqarah (bahasa Jawa Banten). (*Red)
(Dari berbagai sumber)
#Sejarah