Walikota yang Baru Terpilh Didorong Segera Revisi Perwal Bahasa Jawa Cilegon
Selasa, 8 April 2025

Iklan Semua Halaman

Walikota yang Baru Terpilh Didorong Segera Revisi Perwal Bahasa Jawa Cilegon

Rabu, 10 Februari 2021


Walikota yang Baru Terpilh Didorong Segera Revisi Perwal Tentang Bahasa Jawa Cilegon No.57 Tahun 2017.

Oleh: Bambang Irawan

ADANYA Peraturan Walikota (Perwal) Cilegon No. 57 Tahun 2017 Tentang Penggunaan, Pengembangan dan Pemeliharaan Bahasa Jawa Cilegon, yang diundangkan per tanggal 13 November 2017 dinilai mubazir dan tidak berdampak pada tujuan pokok dari maksud dikeluarkannya Peraturan Walikota itu sendiri. Perwal No. 57 Tahun 2017 ini sebenarnya tidak bisa dilepaskan dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Periwisata dan Kebudayaan Kota Cilegon, dan puncaknya berujung pada pelaksanaan kegiatan "Saresehan Budaya" yang diselenggarakan di delapan kecamatan yang ada di kota Cilegon pada waktu itu. 

Adapun inti dari pelaksanaan "Saresahan Budaya" itu adalah untuk mengangkat dan melestarikan tradisi dan kebudayaan yang ada di Cilegon sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas kehidupan bermasyarakat, yang sekaligus untuk menunjukan jatidiri daerah serta sebagai pilar pertahanan dari pengaruh negatif budaya asing, yang notabene Cilegon adalah merupakan kota industri dan pelabuhan; yang tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh budaya luar akan sangat kuat menggerus budaya lokal. Dan dalam serangkaian kegiatan tersebut, selain membahas perihal seni dan budaya, namun terkuak juga perihal bahasa daerah Cilegon.

Berdasarkan kenyataan dilapangan serta menurut pengamatan dari Kantor Bahasa Propinsi Banten, bahwa bahasa Jawa Cilegon dinilai sudah sangat memperihatinkan jika dipandang dari sudut penggunaannya. Sebuah bahasa akan menjadi punah apabila tidak ada lagi yang menggunakannya. Demikian pula dengan bahasa Cilegon, apabila tidak ada langkah agresif yang dilakukan oleh pemerintah kota Cilegon, bisa dipastikan dalam beberapa tahun kedepan bahasa Jawa Cilegon juga akan terancam punah, bahkan punah sama sekali.

Lahirnya Peraturan Walikota No. 57 Tahun 2017 ini sebenarnya untuk mengantisipasi punahnya bahasa Jawa Cilegon, akan tetapi menurut penilaian saya, bahwa pasal-pasal yang ada didalamnya bersifat standar dan dalam kondisi normal. Padahal seharusnya Perwal ini lahir dalam keadaan situasi yang sangat krusial, dimana bahasa daerah Cilegon berada dalam kategori terancam punah, sehingga pasal yang menegaskan tentang kondisi seperti itu sangat diperlukan. Sebab fakta dilapangan dapat dilihat dengan nyata, misalnya di sekolah-sekolah dan di kampung-kampung sudah jarang anak-anak yang menggunakan bahasa Jawa Cilegon dalam pergaulan sehari-harinya. 

Pasal-pasal pada Perwal ini selain dinilai tidak merefleksikan situasi mendesak, yaitu berkaitan dengan kondisi bahasa Jawa Cilegon yang terancam punah, bahwa keberadaan Perwal ini juga dinilai tidak disosialisasikan dalam pelaksanaannya, khususnya dikalangan pemerintahan Kota Cilegon, sebagaimana seperti yang ditetapkan pada Pasal 7. Disana ditegaskan bahwa bahasa Jawa Cilegon adalah sebagai bahasa resmi kedua selain bahasa Indonesia dalam pelaksanaan tugas Pemerintahan Daerah. Artinya dalam pelaksanaan tugas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ada di jajaran Pemkot Cilegon, diharuskan menggunakan bahasa Jawa Cilegon, disamping menggunakan bahasa Indonesia pada setiap kesempatannya.

Namun pada kenyataannya justru malah praktek "Kemis Bebasan" yang lebih menonjol. Padahal aktifitas Kemis Bebasan itu sendiri sebenarnya tidak dianjurkan didalam Peraturan Walikota Cilegon ini. Ada pun  "Bebasan" memang juga merupakan bagian dari bahasa Jawa Cilegon dan tetap perlu untuk dipertahankan eksistensinya. Sebab "Bebasan" adalah bahasa Jawa Cilegon atau bahasa halus yang dipakai untuk menunjukan sikap hormat dari yang yang lebih muda kepada yang lebih tua, atau kepada yang kedudukannya lebih tinggi. Dalam Pasal 13 pada butir (c) memang menetapkan (bahwa) hari Kemis sebagai hari berbahasa Jawa Cilegon dalam semua kegiatan Pendidikan, Pemerintahan dan kemasyarakatan. Artinya setiap hari Kemis itu diwajibkan menggunakan bahasa Jawa Cilegon, akan tetapi tidak harus bebasan, atau menggunakan bahasa halus, yang pada kenyataannya justru malah terlihat kaku dan tidak efektif.
Jadi istilah Kemis Bebasan ini harus dibuang sehingga penggunaan bahasa Jawa Cilegonnya akan terlihat lebih dinamis. Adapun penggunaan "Bebasan" atau bahasa Jawa Cilegon halus itu justru diutamakan dan harus  bisa dilakukan oleh para pegawai yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik, misalnya Resepsionis dan lain sebagainya. Hal ini akan mendorong para calon pegawai untuk belajar serta mahir "Bebasan" ketika akan melamar menjadi pegawai di bagian tersebut.

Begitu pun pada Pasal 13 butir (b) yang menetapkan dan mengembangkan materi pengajaran bahasa, dan sastra Jawa Cilegon dalam kurikulum muatan lokal wajib disetiap jenjang dan satuan pendidikan formal dan non formal. Artinya dalam aktifitas belajar mengajar terutama di lingkungan sekolah bahwa mata pelajaran Bahasa Jawa Cilegon itu sudah harus diadakan sejak diundangkannya peraturan ini, sebab kalau tidak dilakukan, itu sama saja artinya bahwa Dinas Pendidikan bisa dianggap melanggar Perwal.

Banyak hal yang perlu dikritisi dari keberadaan Perwal No. 57 Tahun 2017 ini, selain yang sudah diuraikan diatas, dalam Peraturan Walikota itu juga ditekankan bahwa pemutaran lagu berbahasa Jawa Cilegon ditempat wisata, hotel dan pusat kegiatan pariwisata, juga nampaknya masih belum optimal. Padahal dengan adanya peraturan seperti itu seharusnya mendorong para seniman musik Cilegon untuk berlomba-lomba  berkreasi, bersaing sehat untuk mendapatkan posisi lagunya sebagai lagu yang masuk nominasi untuk diputar ditempat-tempat keramaian atau hotel.

Dan untuk lebih mengefektifkan Perwal ini salah satunya dengan membentuk Tim Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa dan Sastra Jawa Cilegon yang ditetapkan dengan Keputusan Wali Kota, seperti yang diamatkan pada pasal 6 butir (3) dan (4), yang menjelaskan bahwa pembentukan Tim terdiri dari; unsur Pemerintah Daerah; unsur Akademisi, unsur Budayawan, Seniman dan Sastrawan; dan unsur lainnya sesuai kebutuhan. Tugas Tim inilah yang akan bertanggung-jawab sepenuhnya untuk melaksanakan serta merealisasikan dari maksud dan tujuan diterbitkannya Perwal ini. Dan untuk itulah diharapkan pada periode kepemimpinan  Walikota yang baru terpilih ini, langkah pertama  dan utama yang harus dilakukan adalah merevisi dan menyempurnakan Peraturan Walikota Cilegon ini agar bahasa Jawa Cilegon bisa tetap eksis dan dapat dipertahankan keberadaannya sampai pada generasi yang akan datang. Amin..

Walikota yang baru juga harus menghentikan agenda "Kemis Bebasan" yang tidak tepat sasaran bagi kelangsungan serta pelestarian  "Bahasa Jawa Cilegon", yang kondisinya saat ini terancam punah.

Ditulis oleh Bambang Irawan, Ketua LBC (Lembaga Budaya Cilegon).

#Kebudayaan
close