Loggo Kota Cilegon
CILEGON— Masih di dalam suasana HUT Kemerdekaan HUT RI Ke77, Ketua Presidium Organisasi Persatuan Masyarakat Asli Gusuran (PMAG) sekaligus Sejarawan Cilegon, Ustadz Sunardi merillis sebuah catatan sejarah singkat Kota Cilegon sejak beberapa abad silam.
Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, di Cilegon sudah ada kehidupan masyarakat di mana jarak antar kampung dengan kampung lainnya berjauhan.
"Catatan PMAG ( Persatuan Masyarakat Asli Gusuran ) tentang Cilegon sebagai rumah kita. 0 tahun sampai dengan tahun 1596 nenek moyang penghuni membuka peradaban dengan mengelola lahan dan membangun kehidupan. Ini masa makmur damai dan sejahtera," tulisnya, Jum'at (19/8/2022).
"27 Juni 1596 -1942 masa hidup di bawah tekanan bangsa kolonial Belanda. Dimana sejak 20 Maret 1602 sampai 31 Desember 1799 di bawah tekanan monopoli perdagangan VOC. Dan sejak 1799 sampai 1879 berlanjutnya bangsa kolonial Belanda (militer)," sambungnya.
Lebih lanjut, Ustadz Sunardi juga menjelaskan sejarah pahit di mana terjadi era kemarau panjang di kota yang terletak di Utara Provinsi Banten tersebut. Ditambah bencana gunung meletus yang menambah penderitaan rakyat akibat tekanan dari kerja paksa dan pajak yang mencekik dari penjajahan Belanda. Sehingga memicu kemarahan rakyat dan perlawanan terhadap kaum penjajah.
"Pada Tahun 1799 hingga 1888 masa paceklik (langit bolong) dan wabah penyakit dan Krakatau meletus menyebabkan tsunami dan hujan abu vulkanik. Maka pada 9 Juli 1888 meletuslah perlawanan petani atau kini dikenal Geger Tjilegon," jelasnya.
Beberapa dekade sebelum dideklarasikan momentum bersejarah kemerdekaan, Ustadz Sunardi juga memiliki catatan masih berlanjutnya penderitaan rakyat, terlebih dengan kedatangan agresi militer Jepang.
"Dari 1888 hingga1932 masa tekanan bangsa Colonial Belanda menjadi jadi. Dan kita mencatan dari September 1939 hingga 1945 masa pengaruh perang dunia. Di mana sejak Maret 1942 hingga 1945 masa penjajahan Nipon Jepang yang kejam. Dan alhamdulillah berkat Rahmat Allah SWT dan perjuangan para pahlawan bangsa, 17 Agustus 1945 negara kita tercinta Indonesia merdeka," terangnya.
Ustadz Sunardi juga menulis perjalanan pada masa-masa pasca kemerdekaan, dari Orde Lama (Orla) Orde Baru (Orba) hingga kehadiran pabrik baja Trikora di Cilegon yang kini berganti Krakatau Steel dan menjadi cikal bakal hadirnya dunia industri di Cilegon.
"1947- 1991 masa perang dingin dan pengaruhnya, 1945 - 1967 ( ORLA, Tahun 1948 (Agresi Militer Belanda), 14 September 1956 - 1967 ( Uni Soviet & Pabrik Baja Trikora, 1965 s.d 1967 GESTAPU & Sanering dan pengaruhnya, 1967 sampai 1970 (Transisi ORLA - ORBA, Pabrik Baja TRIKORA - KS), 31 Agustus 1970, PP 35. Penyertaan modal negara )," jelasnya.
"7 Maret 1973- 1978 (pembebasan lahan dan pemindahan penduduk ke perkampungan Resettlement dan atau Alihfungsi Lahan Pertanian - Perluasan Pabrik Baja Krakatau Steel ). Maka sejak tahun 1973 dan seterusnya perekonomian agraris dan perikanan masyarakat Cilegon perlahan berubah pada industri Manufaktur atau pabrik," sambungnya.
Cilegon yang saat itu masih tergabung dalam Kabupaten Serang, memasuki babak baru berakhirnya rezim Orba serta datangnya masa Reformasi, akhirnya menjadi Kota Madya setelah Banten yang semula masuk dalam Provinsi Jawa Barat ditetapkan menjadi provinsi.
"1986 sampai 1999 masa transisi Kewedanaan Cilegon menjadi Kota Administratif (Kotif), kemudian pada Tahun 1999 jadi Kota Madya Cilegon," ujarnya.
Dan perlu juga diketahui, Walikota Cilegon yang menjabat dari Tahun 2000 hingga 2010 adalah TB. Aat Syafaat, kemudian pada Tahun 2010-2017 Tb. Iman Ariyadi, dan dilanjutkan Edi Ariadi dari 2017-2021 dan sejak 2021 Walikota Cilegon dijabat oleh Helldy Agustian. (*red)
Iklan
#Sejarah