Mengenang Sejarah G30S/ PKI dan Dampaknya Pada Pembangunan Pabrik Baja Trikora di Cilegon

Iklan Semua Halaman

Mengenang Sejarah G30S/ PKI dan Dampaknya Pada Pembangunan Pabrik Baja Trikora di Cilegon

Jumat, 30 September 2022
Proses evakuasi 7 jenazah yang dibuang ke sumur tua lubang buaya

CILEGON— Momentum Gerakan 30 September (G30S/ PKI) setiap tahunnya selalu dikenang oleh masyarakat Indonesia. Sebuah peristiwa kudeta yang terjadi pada suatu malam pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965, ada enam jenderal serta satu orang perwira pertama militer Indonesia yang gugur dan jenazahnya dimasukkan ke dalam suatu lubang sumur tua bernama Lubang Buaya.

Penyebutan dalam persitiwa berdarah ini, memiliki beberapa sebutan, Presiden Soekarno menyebutnya dengan istilah GESTOK (Gerakan Satu Oktober). Sedangkan Presiden Soeharto pada Orde Baru Presiden Soeharto mengubah sebutannya menjadi G30S/PKI (Gerakan 30 September PKI) dan hingga saat ini lebih akrab ditelinga masyarakat.

Dan sejarawan di Cilegon, Ustadz Sunardi juga menyebutnya dengan istilah terakhir tersebut. Bahkan ia menyebutkan ada dua peristiwa sejarah penting yang mengiringi G30S/PKI.

"Melawan lupa : 57 tahun silam telah terjadi 3 peristiwa yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Peristiwa dimaksud adalah : 1. G30S PKI 2. Sanering, 3. Kesaktian Pancasila," kata Ustadz Sunardi. Kamis (29/9/2022) malam.

Ia juga menyebutkan pada saat itu situasi sosial politik di Indonesia tidak menentu hampir tidak dapat dikendalikan. 

"Namun berkat Rahmat Allah SWT, Gerakan 30 September 1965 dapat ditumpas dan dipatahkan. Kemudian keesokan harinya tepatnya pada hari Jum'at, Tanggal 1 Oktober 1965 ditetapkan sebagai hari KESAKTIAN PANCASILA, dimana yang demikian itu adalah berkat kesigapan Aparatur Negara saat itu dan rakyat Indonesia umumnya," jelasnya.

"Sebagai tanda syukur kepada Allah SWT untuk yang gugur kita bacakan surat Al-fatihah....," sambungnya.

Lebih lanjut, Ustadz Sunardi menjelaskan dampak peristiwa G30S/PKI secara lebih luas hingga ke ujung Barat Pulau Jawa, yakni Cilegon, yang saat itu tengah dilaksanakan pembangunan Pabrik Baja Trikora atau saat ini berganti nama Krakatu Steel.

"Kerjasama dengan negara Uni Soviet masih berjalan dengan tenaga ahli didatangkan dari Rusia dan bangsa asing lainnya. akibatnya pembangunan Proyek Pabrik Baja Trikora terpaksa dihentikan sementara dan para tenaga kerja dikembalikan ke negaranya masing-masing," tuturnya.

"Situasi politik dan keamanan berimbas pada ekonomi, adalah akibat Sanering atau pemotongan nilai Rupiah dari Rp 1000 menjadi Rp 1, yang terjadi pada bulan September 1965.  Harga-harga barang terutama kebutuhan pokok melambung tinggi dan sulit dijangkau oleh penduduk. Warga kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya," tambahnya.

Menurut catatannya, Peristiwa tersebut sulit dimengerti dan sulit dilupakan oleh setiap anak bangsa yang mengalami massa saat itu. Kisah itu ia alami sendiri saat masa kecilnya dan mendengarkan langsung dari pelaku sejarah di Cilegon yang mengalami 'bedol desa' tahap awal dari pembangunan Pabrik Baja Trikora.

"Bagi warga Cilegon peristiwa tersebut amat menyakitkan dan dibuatnya menderita. Pada saat itu penduduk 3 kampung (Bebulak Wetan, Kubang Wuluh dan Ramanuju Lor) sedang membangun kembali rumah mereka di Desa Kebondalem (setelah dipindahkan oleh Tim Pembebasan Lahan), 3 kampung tersebut dijadikan kawasan Pabrik Baja Trikora (KBK sekarang).Diatas tanah bekas perkampungan penduduk dan bekas lahan pertanian tersebut sedang dibangun Pabrik Baja Trikora," jelasnya.

"Mahalnya material bangunan, dampaknya bukan hanya Pembangunan Proyek Pabrik Baja Trikora yang dihentikan dan begitu pula dengan penduduk 3 kampung pun juga mandeg, mereka tidak mampu melanjutkan pendirian rumah," tutupnya. (*red)

#Sejarah
close