JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan yang telah diketok DPR disorot. Pasalnya, RUU Kejaksaan dinilai bakal menjadikan Kejaksaan Agung super power.
Hal tersebut menurut pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno akan menjadi preseden buruk bagi sistem hukum di tanah air.
"Bila asas Dominus litis diterapkan akan terjadi abuse of power. Belum lagi faktor non teknis. Belum siap Indonesia menerima sistem seperti itu," kata pria yang biasa disapa Ceko itu kepada wartawan, Minggu (16/2/2025).
Ceko pun berpendapat bahwa dalam RUU Kejaksaan juga bakal memberikan kejaksaan kendali penuh atas kelanjutan perkara, termasuk penyelesaian di luar pengadilan melalui diskresi penuntutan dan restorative justice.
"Ini tentu tidak baik ya, tentu akan terjadi tumpang tindih. Tapi bukan itu, yang lebih bahaya adalah kekuasaan yang besar ini berpotensi menciptakan ketimpangan hukum dan membatasi hak masyarakat untuk mendapatkan keadilan yang transparan," beber dia.
Belum lagi, soal pasal di RUU Kejaksaan itu yang mensyaratkan pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan dan penahanan terhadap jaksa harus dengan izin Jaksa Agung. Ini jelas, kata dia mengelimir kewenangan penyidik sementara mereka bersinggungan secara langsung dengan kasus tersebut.
“ Ekses buruknya akan terlalu luas baik dari kacamata hukum pidana maupun tata negara dimana akan makin membuat ketidak seimbangan antar lembaga dalam melakukan fungsi dan tugasnya sesuai undang-undang,” imbuhnya.
Semangat dari revisi UU Kejaksaan ini sebenrnya bagus dalam arti menyesuaikan dengan tuntutan jaman dengan kompleksitasnya.
“DPR RI harus berhati-hati, perlu pertimbahang yang cermat agar revisi UU Kejaksaan tidak menjadi kontra produktif. Suara-suara masyarakat terutama yang mengerti tata kelola hukum harus didengarkan dan dimengerti,” tutup Ceko. (*/red)
#Hukum