Akademisi Banten, Ahmad Munji menunjukan surat panggilan dari Polres Cilegon terkait kesaksian pemanggilan bos Krakatai Posko.
CILEGON— Direktur HR.GA PT.Krakatau Posco, Diky Mardiana, dikabarkan mendapat surat panggilan dari Polres Cilegon, pada Selasa (18/3/2025) kemarin. Namun dikabarkan Diky mangkir atau tidak memenuhi panggilan undangan klarifikasi pihak Polres Cilegon.
Undangan klarifikasi tersebut dilayangkan kepada Diky Mardiana terkait pernyataannya menyatakan dugaan bahwa "ada Jatah Preman" (Japrem) sebesar 20 USD Per/MT di kalikan 500.000 MT Per/tahun kepada Bos PT.Krakatau Steel (Persero) Tbk dari quota penjualan lokal baja PT.Krakatau Posco melalui PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.
"Sehubungan Diky Mardiana tidak memenuhi undangan klarifikasi tersebut pihak legal PT.Krakatau Posco memohon penundaan pemanggilan Diky Mardiana sampai setelah Hari Raya Idul Fitri. Namun demikian 4 (empat) orang saksi atas pernyataan Dicky Mardiana hari ini juga telah mendapatkan panggilan / undangan klarifikasi dari pihak Polres Cilegon," kata Akademisi Banten, Ahmad Munji yang juga siap menjadi saksi. Rabu (19/3/2025).
Menurut Ahmad Munji para saksi yang akan di mintai klarifikasi tersebut siap bersaksi menyampaikan apa adanya , termasuk dirinya yang mendengarkan langsung apa yang disampaikan Diky Mardiana bersama para saksi lainnya. Ahmad Munji juga menyatakan bahwa pernyataan Diky Mardiana yang jelas menyatakan bahwa "ada dugaan Jatah Preman" (Japrem) sebesar 20 USD Per/MT di kalikan 500.000 MT Per/tahun ke Bos PT.Krakatau Steel (Persero) Tbk dari quota penjualan lokal baja PT.Krakatau Posco melalui PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.
"KRAS itu perlu dilakukan pendalaman oleh Aparat Penegak Hukum, karena tidak menutup kemungkinan hal itu sinyalemen yang kemudian menjelaskan alasan mengapa Krakatau Posco diduga tidak pernah memberikan keuntungan kepada KRAS atau memang keuntungan yang seharusnya diperoleh KRAS dari Krakatau Posco seolah menjadi barter untuk kepentingan personal to personal yang perlu diungkap lebih jauh karena sangat dikhawatirkan dapat merugikan keuangan negara," tegas Ahmad Munji.
"Selama ini sudah banyak skandal dan kasus Perbuatan Melawan Hukum merongrong KRAS seperti perkara-perkara korupsi besar yang telah terjadi di KRAS seperti yang terjadi pada berbagai projek revitalisasi mesin produksi, projek blastfurnace, maratus iron jaya steel dan berbagai persoalan korupsi lainnya sehingga menjadi faktor utama penyumbang terbesar kerugian dan potensi bangkrutnya KRAS selama ini," sambungnya membeberkan.
Sebagai akademisi, Munji juga menyebutkan soal kondisi perusahaan BUMN yang bergerak di logam baja yang keberadaannya di Kota Cilegon sejak zaman pemerintahan Presiden Soekarno.
"KRAS itu sudah jatuh sakit dan pabrik bajanya terancam bangkrut akibat beberapa persoalan skandal dugaan Mega Korupsi dan Miss managmen yang sudah merusak BUMN pabrik baja nasional dan negara ini, jadi jangan sampai ada skandal skandal besar berikutnya lagi yang akan menjadikan KRAS semakin terpuruk dan porak poranda," tegasnya.
"Jadi jika yang dimaksud Diky Mardiana bahwa "ada Jatah Preman" (Japrem) sebesar 20 USD Per/MT di kalikan 500.000 MT Per/tahun ke Bos PT.Krakatau Steel (Persero) Tbk dari quota penjualan lokal baja PT.Krakatau Posco melalui PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk itu terus berlangsung , maka selain Aparat Penegak Hukum perlu keberanian untuk mengungkap hal itu, pemerintah juga perlu mengevaluasi dan membedah dulu jika ada rencana mengucurkan dana segar atau suport Danantara kepada KRAS.
Pernyataan itu menuai berbagai pertanyaan dan polemik , mengingat bahwa Diky Mardiana adalah salah seorang Direktur di PT.Krakatau POSCO yang justru awal karirnya dari pegawai PT.Krakatau Steel (Persero) Tbk," sambungnya.
Menurut Ahmad Munji, statement saudara Diky Mardiana itu merupakan indikasi dan harus dipertegas , siapa sesungguhnya yang di maksud Bos Krakatau Steel (Persero) Tbk yang di maksud Diky Mardiana.
"Bukankah dalam menyampaikan hal tersebut Diky Mardiana mengulang ulang ucapannya dalam rangka meyakinkan pihak lain bahwa seolah memang fakta adanya aliran Jatah Preman (Japrem) 20 USD Per/MT dikalikan 500.000 MT dengan perkiraan kurs dolar Rp.15 000 rupiah Per/Dolar sudah sekitar 150 Milyar Rupiah per/ tahun jika Jatah Preman (JAPREM) bos PT.Krakatau Steel (Persero) Tbk dimaksud ternyata benar," tandasnya.
Sementara Diky Mardiana saat kembali dikonfirmasi melalui pesan di Whatsappnya, hingga kini belum merespon. (*/red)
#Industri